Novem | dan pada sisi Allah jualah anak kunci perbendaharaan segala yang ghaib, tiada sesiapa yang mengetahuinya melainkan Dialah sahaja dan Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut dan tidak gugur sehelai daun pun melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak gugur sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak gugur yang basah dan yang kering, melainkan (semuanya) ada tertulis di
Oleh Ahmad Hadian Ketua DPD PKS Kab. Batu Bara – Sumatera Utara Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya pula, dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata Lauh Mahfuzh. al An’am 59 Ma’ashirol Muslimin Rahimakumullah, Pernahkah kita menyempatkan diri menghitung berapa helai daun yang jatuh dari pohon di halaman rumah kita? Ini mungkin terkesan sepele, sama sepelenya dengan arti sehelai daun dalam pandangan kita. Apa pentingnya bertanya seperti itu, dan sejauh apa pentingnya daun-daun pepohonan bagi kita? Di situlah masalahnya. Kita umumnya cenderung mengabaikan hal-hal yang kecil. Pohon rambutan di halaman rumah kita, misalnya, yang selalu kita perhatikan adalah sudahkah tumbuh bunganya ? Buahnya sudah masak atau belum, dan sebagainya. Sedangkan berapa helai daunnya yang jatuh, kita tentu tak pernah menghitungnya? Namun, tidak demikian halnya dengan Allah SWT. Dalam surat Al-An’aam 59 dikatakan, Dia mengetahui setiap helai daun yang jatuh wama tasquthu min waraqatin illaa ya’lamuha. Bayangkan, setiap helai daun Allah ketahui dengan pasti. Apa makna dari perbuatan Tuhan ini? Buat apa Tuhan menghitungi daun-daun? Apa Tuhan tidak ada kerjaan sehingga sempat-sempatnya melakukan sesuatu yang menurut pandangan kita sangat sepele itu? Makna ayat ini adalah tamsil, ini bukanlah bahwa Tuhan kurang kerjaan, tetapi bahwa apa-apa yang kita melalaikannya, Dia justru memperhatikannya. Hal-hal yang dalam pandangan kita kecil, sepele, bagi Dia tetap memiliki nilai dan arti. Pesan pentingnya adalah, jika yang kita anggap sepele saja Dia perhatikan, apatah lagi hal-hal yang kita anggap penting. Jika yang kecil-kecil saja tidak pernah lepas dari penglihatan Dia, apalagi yang besar-besar. Jika sesuatu yang seremeh helai daun saja Dia perhatikan, apalagi manusia dan semua perbuatannya, karena manusia tentu saja jauh lebih penting daripada sekadar helai daun. Dalam pandangan Allah, semua adalah penting, semua bermakna. Seluruh benda hidup dan benda mati menjadi urusan bagi Dia, tak ada kecuali barang satu dan sedikit pun. Begitu pula atas segala perbuatan manusia di dunia ini, baik amal yang kecil maupun yang besar, yang sedikit maupun yang banyak. Dalam surat Az-Zalzalah 7-8 dikatakan, setiap perbuatan manusia, entah yang baik atau buruk, meski sebiji zarrah mitsqal dzarratin akan tetap dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Orang-orang solih di masa lalu mengerti benar ajaran ini, dan mereka mengim-plementasikannya dalam setiap gerak kehidupan. Sheikh Idris –ayahanda Imam Syafi’i– misalnya, rela berjalan menyusuri ke hulu sungai, hanya untuk mencari pemilik dari sebuah delima yang terbawa arus sungai dan ia telah menyantapnya, itu dilakukannya untuk minta kehalalan. Sayang sekali, makna ataupun ajaran terdalam yang tersirat dari surat Al-An’aam 59 itu, yakni tentang kontrol moral, sekarang ini justru telah tercampakkan jauh-jauh dari arena kehidupan kita. Kita seringkali tidak menyadari atau pura-pura tidak sadar atau bahkan berani melawan kesadaran, bahwa Allah maha menatap apapun yang kita kerjakan dalam kehidupan ini. Buktinya adalah kita selalu saja berani melakukan maksiat-maksiat terutama maksiat yang merupakan dosa kecil yang kita anggap sepele. Kita selalu beranggapan bahwa setelah melakukan hal itu toh kita bisa bertaubat. Saudaraku, kata rasulullah saw, perumpamaan orang yang melakukan dosa kecil itu adalah seperti seseorang yang mengumpulkan ranting kayu untuk dibuat api unggun, semakin lama semakin menumpuk ranting tersebut. Maka manakala sudah menumpuk kemudian ia membakarnya, maka timbullah api yang besar yang akan mampu membakar segala sesuatu yang ada disekelilingnya. Demikian pula dosa-dosa kecil itu, jika terus kita kumpulkan, maka kita akan semakin asyik dengannya dan semakin lupa untuk kembali ke jalan yang benar, akhirnya dosa besar pun mulai kita lakukan, kemudian kita tersesat semakin jauh dan sulit untuk kembali. Na’udzu billah min dzalik. Lebih dari itu saudaraku, dosa kecil itu ibarat butiran pasir yang terselip disela-sela jari kaki. Seorang pendaki gunung contohnya, akan sangat siap menghadapi ganasnya medan dengan mempersiapkan segala sesuatu berupa perlengkapan pendakian. Mereka telah menyiapkan sepatu bertapak khusus untuk mengantisipasi licinnya lereng yang terjal, mereka juga telah siap dengan tali temali sebagai alat bantu keselamatan. Lalu ada ransel besar yang mereka bawa berisi pakaian tebal anti cuaca dingin dan tidak lupa pula tentunya bahan makanan sebagai persediaan, dan alat-alat kelengkapan lainnya. Tetapi ternyata saudaraku, mereka selalu saja tidak siap menghadapi sebutir pasir yang menyelinap masuk kedalam kaus kakinya, lalu terselip di antara jari kakinya, kemudian ia mengakibatkan lecet yang semakin lama semakin mengganggu, bahkan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa dan sangat mungkin menyebabkan kecelakaan yang fatal. Nah saudaraku kaum Muslimin rahimakumullah, kita selalu siap dan hati-hati sekali menghindari kesalahan-kesalahan besar dalam hidup ini, tetapi kita seringnya justru tergelincir karena kesalahan yang kecil. Maka mulai sekarang waspadalah kita terhadap segala bentuk penyimpangan dan dosa, sebab sekecil apapun dosa itu, Allah melihatnya dan mencatatnya. Kalau Allah begitu mengenali kesalahan-kesalahan kecil manusia, apatah lagi kesalahan-kesalahan besar yang kita kerap lakukan ?? Budaya korupsi yang begitu mengakar dalam diri bangsa ini misalnya, kebiasaan Risywah sogok menyogok yang sudah menjadi syarat bagi mendapatkan segala sesuatu sudah sedemikian menjadi-jadi dan sebuah kelaziman, itu semua sesungguhnya berpangkal pada lemahnya kontrol moral kita sebagai manusia. Manusia ini memang cenderung selalu lebih takut kepada yang nampak saja, padahal yang nampak itu punya berbagai kelemahan dan hakikatnya tidak abadi. Sementara Allah yang nota bene tidak nampak itu tidak kita takuti, padahal kekuasaannya meliputi segala sesuatu dan Sang pemilik keabadian. Ketika seseorang takut kepada pengawasan makhluk, maka ia mencoba untuk mengakali kemampuan pengawasnya dan mungkin saja ia berhasil mengelabui sang pengawas itu. Tetapi siapapun orangnya yang mencoba mengakali Allah Sang Pengawas tertinggi itu, ketahuilah bahwa DIA adalah pencipta akal manusia, DIA akan tetap tahu apa yang kita lakukan bahkan apapun yang kita rencanakan. Wahai hamba-hamba Allah yang lemah, mari kita kuatkan kembali perasaan dan keyakinan akan Muroqobatullah perasaan senantiasa diawasi oleh Allah sebab hanya dengan begitu kita akan selamat dan terhindar dari perbuatan yang menyimpang. Akan tetapi saudaraku muslimin rahimakumullah, permasalahannya kemudian adalah bahwa untuk bisa memiliki sifat muroqobatullah itu tidaklah semudah merencanakannya. Untuk bisa memiliki perasaan senantiasa diawasi Allah swt itu tidak bisa ujug-ujug begitu saja, ini semua perlu upaya, perlu latihan yang diawali dengan pemahaman yang benar tentang hal ini. Al Ustadz Sa’id bin Muhammad Daib Hawwa Sa’id Hawwa dalam kitabnya “al Mustakhlash fii tazakiyyatil anfus” yang merupakan penyempurnaan dari kitab Ihya Ulumuddin nya Imam al Ghozali, mengemukakan tentang teori dan langkah-langkah memperbaiki diri. Itu semua ternyata harus dimulai dengan langkah-langkah penyucian jiwa Tazkiyyatun Nafs yang dimulai dari rajin bermuhasabah sebelum tidur yaitu merenungkan kembali perjalanan hidup yang telah kita lakukan seharian, jika kita menemukan dosa maka kita segera beristighfar, jika kita menemukan kebaikan kita bersyukur dan berdo’a agar esok pagi kita mampu mengulanginya dengan kebaikan yang lebih besar. Langkah berikutnya, memutaba’ah diri yaitu memberikan target-target amalan kepada diri sendiri seperti mentargetkan untuk tetap membaca qur’an sekian ayat dalam sehari, mentargetkan untuk berpuasa sunnah sekian hari setiap minggunya, qiyamul lail sekian kali dalam sepekan, mentargetkan harus bershodaqoh setiap hari meskipun kecil, mendawamkan sholat berjamaah dimasjid, selalu istighfar setiap waktu dan lain sebagainya. Kemudian setelah itu bermujahadah yaitu berusaha dengan sungguh-sungguh melawan kemalasan dalam melaksanakan target-target pribadi itu. Akhirnya langkah itu ditutup dengan Mulaazamatush sholihin bergaul senantiasa dengan orang-orang sholih yaitu menjaga pergaulan kita sehari-hari. Agar kita bisa istiqomah dalam kebaikan, terhindar dari dosa besar maupun kecil, maka kita wajib bergaul dengan orang-orang yang memang sudah berhasil bisa berubah, merubah dirinya dari kejahiliyahan menjadi orang yang memelihara diri dengan amalan sholihnya. Yakinlah saudaraku, bahwa pergaulan itu adalah pintu masuk. Manakala kita bergaul dengan para sholihin, insya Allah lambat laun kita akan menjadi sholih dan sebaliknya manakala kita berkawan dengan orang jahil, cepat atau lambat kita pun akan terikut menjadi jahil. Rasul saw pernah bersabda “al mar-u alaa diini kholilihi, falyanzhur ahadukum man yukhollil” = seseorang itu tergantung kepada agama sahabatnya, maka setiap kamu hendaklah berhati-hati dengan siapa kamu bersahabat. Saudaraku muslimin rahimakumullah. Dengan siapapun kita memang harus berkawan, kita memang harus bergaul. Tetapi yang dimaksud dengan pergaulan dalam hal ini adalah memilih sahabat, kawan akrab yang bisa menjadi tempat curhat. Teman yang bisa jadi kawan diskusi dan berbagi. Kalau bergaul secara sosial dalam kehidupan bertetangga dan bermasyarakat, bergaulah sebagai mana mestinya, tak baik kita beda-bedakan mereka atas dasar apapun. Tetapi dalam memilih sahabat seperjalanan tentunya kita harus punya pilihan. Demikianlah mudah-mudahan bisa memberikan pencerahan dan semoga kita ditunjukan kejalan yang benar, dijumpakan dan dikumpulkan dengan kawan-kawan yang sholih dimana kita bisa belajar dan bersama-sama menjalani sisa hidup ini dengan selamat dibawah ridho Allah swt. Amiin allahumma amiin, aquluu qouli hadza wa astaghfirullaha liy walakum. Edisi Cetak No. 21/Thn-8/2008 4 Rabi’ul Akhir 1429 H This entry was posted on Jumat, April 25th, 2008 at 128 pm and is filed under Uncategorized. You can follow any responses to this entry through the RSS feed. You can leave a response, or trackback from your own site. Navigasi pos Previous Post Next Post »
Berkaitandengan ayat ini, Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhu menjelaskan, bahwa tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia (Allah) mengetahuinya. Juga tidak ada sebuah pohon pun, baik di daratan maupun di lautan, melainkan ada Malaikat yang diperintahkan untuk menjaganya. Malaikat itu mencatat daun-daun yang gugur dari pohon itu. Hujan sore ini tampak berbeda dari biasanya, hujan deras disertai angin kencang. Beberapa pohon disekitar masjid depan rumah tumbang menghalangi jalan. Ah…Mungkinkah ini hujan badai? Saya dan anak-anak tak henti-hentinya berdoa semoga hujan ini merupakan Rahmat dan bukan bencana. Alhamdulillah menjelang Maghrib hujan pun reda. Keesokan paginya, Surabaya masih diselimuti mendung. Awan-awan hitam seakan enggan beranjak dari langit menutupi sinar sang Surya. Saat saya membuka pintu depan rumah, angin dingin langsung menyergap menghantarkan ngilu di tulang. Saya menepis segala rasa malas dan menggambil sapu lidi. Raisa membututi dari belakang, “Bunda, aku bantuin, ya” selorohnya manja. Penuh semangat, kami bergegas ke halaman depan yang kotor oleh tumpukan daun-daun. Yach…Daun yang gugur karena terpaan angin kencang kemarin sore. Bukannya membantu, Raisa malah asyik menggumpalkan daun. Ada yang berukuran kecil, sedang maupun besar. Ada yang masih hijau tetapi lebih banyak yang sudah kuning. “Bun, kok bisa sih daunnya beda-beda warna?” Tanya Raisa penuh rasa ingin tahu. Saya mendekatinya dan menaruh sapu lidi. Daun yang hijau ini masih memiliki klorofil atau zat hijau daun. Sementara daun yang berwarna kuning, zat hijau daunnya sudah habis karena usianya sudah tua. “Raisa tahu nggak, siapa yang menciptakan daun?” Tanya saya sembari duduk disampingnya Raisa yang masih asyik mengamati dedaunan. “Allah, Bun,” jawab Raisa singkat. “Allah hebat ya, Bun bisa menciptakan daun beraneka bentuk dan warna.” Ucap bocah usia 5 tahun itu. “Ya Allah memang hebat dan Maha Kuasa. Allah mampu menciptakan segala hal tanpa cacat dan cela. Bahkan Allah dapat menciptakan makhluk di bumi ini penuh keindahan.”Sesaat saya membantu Raisa menyusun dedaunan diurut dari yang terkecil hingga paling besar. “Selain Maha Kuasa Allah juga Maha Tahu, lho,” kata saya. “Bahkan setiap helai daun yang gugur pun Allah tahu,” lanjut saya lagi. Perbincangan kami di halaman depan seolah menggugahku untuk kembali membuka al-Quran surat Al-An’aam ayat 59. Allah SWT berfirman وَعِنْدَهٗ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَاۤ اِلَّا هُوَ ؕ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ؕ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَّرَقَةٍ اِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِيْ ظُلُمٰتِ الْاَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَّلَا يَابِسٍ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ “Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata Lauh Mahfuzh.” Ayat tersebut jelas menerangkan bahwa Allah maha mengetahui segala gerak-gerik makhluk ciptaan-Nya. Tidak ada satu urusan sebesar biji Zahrah pun baik di langit maupun bumi yang luput dari pengetahuan Allah. Dalam surah Al-Mukmin ayat 19 menegaskan bahwa “Allah mengetahui mata yang berkhianat dan apa yang disembunyikan di dalam hati.” Tiba-tiba ada perasaan takut menyelusup di relung kalbu. Saya pernah bahkan sering melakukan kesalahan entah kecil atau besar. Dan pastinya semua yang pernah saya lakukan disaksikan oleh Allah. Akankah saya mendapat ampunan dari Allah? Tentu saja dengan segala kerendahan hati dan penuh harap saya pun menghiba akan ampunan Allah. Perbincangan pagi hari tentang daun gugur memberi pencerahan tentang pentingnya mengenalkan Allah kepada anak sejak usia dini. Jika anak sudah mengenal Sang Maha Pencipta maka perlahan akan tumbuh kesadaran dalam dirinya tentang keimanan. Memang menumbuhkan fitrah keimanan harus dimulai sejak usia anak 0 – 7 tahun. Dengan demikian, diharapkan hati dan akal mereka selalu terpaut kepada Allah. Jika Iman sudah kuat tentu tidak sulit mengajarkan berbagai ritual ibadah seperti sholat dan puasa kepada anak-anak. Wallahu alam. Semoga kami termasuk hamba-hamba yang selalu mengingat Allah. Surabaya, 9 April 2017

Agamakumengaturnya. Kitabku menuliskannya. Tuhanku menjelaskannya. Tidak ada satu pun di alam ini yang terjadi secara kebetulan, sebagaimana tertuang dalam Al-Qur`an, " Allah mengatur urusan (makhluk-Nya)." (ar-Ra'd: 2). Dalam ayat lain dikatakan, "dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula)." (al-An'aam: 59).

Oleh FAUZUL IMANOLEH FAUZUL IMAN Kata waraq daun, menurut Raghib al-Ashfihani dalam kitabnya Mu'jam Mufradat Alfazi al-Quran memiliki beberapa makna, yaitu daun pohon dan uang perak. Pengertian ini menggambarkan, daun merupakan sesuatu yang bermanfaat. Sementara, menurut Abu Hasan Ibnu Faris Ibnu Zakaria dalam Maqayis Al-Lughah, berarti lemah. Pengertian ini menggambarkan, daun adalah suatu benda lemah yang gampang bergoyang. Oleh karena itu, pemimpin yang lemah dalam bahasa Arab disebut ar-Rijalu al-Waraq. Daun ini disebut dalam surah al-An'am ayat 59, "Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya pula...." Ayat ini menyingkap kebesaran Tuhan dalam mentransendensi alam di satu sisi dan menunjukkan kelemahan manusia yang harus melakukan pembelajaran diri. Daun jatuh yang dijadikan sasaran ibrah tak luput dari intaian Tuhan, memetik beberapa poin penting bagi pembelajaran manusia dimaksud. Pertama, pada diri Tuhan terkumpul kuasa yang tak dapat tertandingi oleh siapa pun. Pada Tuhanlah segala kunci yang gaib. Peristiwa yang terjadi pada diri manusia kini maupun kelak hanya Tuhan yang mengetahui dan menetapkannya. Ketika detik ini manusia dipuja meraih kedudukan, detik yang berbeda terjatuh bagai daun disapu angin kesengsaraan. Kedua, teladanilah Tuhan Yang Mahateliti melihat sesuatu betapa pun kecilnya. Daun yang jatuh di malam suntuk pun Dia mengetahuinya. Betapa adil akhlak Tuhan yang selalu mengenali yang kecil dan besar untuk terus mengukir prestasi. Belajarlah dari cara Tuhan yang bersikap perhatian pada semua unsur lingkungan sosial. Tidak gegabah memberi keputusan karena mengenali yang kecil dan yang besar. Ketiga, daun yang dijadikan ibrah oleh Tuhan dalam ayat ini menandakan sisi manfaat daun sebagai mahluk nabati dan mahluk insani dalam siklus hubungan ekosistem. Manusia, menurut pakar ekologi, dapat menghirup oksigen dari daun tetumbuhan. Manusia juga perlu belajar dari kelemahan daun yang tidak selamanya segar. Manusia tidak boleh arogan dengan gelar, posisi dan kejayaan yang diraih hari ini karena pada saatnya akan seperti daun, jatuh tergoncang angin dan kering tersengat matahari. Sebagai manusia, hendaknya kita menjadi manajer yang cermat, teliti, dan hati-hati. Sebelum mengambil keputusan strategis, lakukanlah evaluasi dengan baik. Bangun hubungan ekosistem dengan semua segmen agar saling menghormati dan menghargai. Hindari kebijakan elitis demi memenuhi kepetingan kelompok tertentu. Jangan tumbangkan jati dirimu bagai daun terjatuh yang diintai Rab al-I'zzati. Nauzubillah!

Danpada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)

MENDATANGI DUKUN, DOSA BESAROleh Ustadz Abu Isma’il Muslim al-AtsariTermasuk iman kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala adalah beriman bahwa hanya Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang mengetahui seluruh perkara ghaib. Allâh Azza wa Jalla berfirmanقُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ“Katakanlah, Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah..” [An-Naml/27 65]Kemudian terkadang Allâh Azza wa Jalla memberitahukan sebagian perkara ghaib itu kepada rasul yang Dia kehendaki lewat wahyu-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirmanعَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَىٰ غَيْبِهِ أَحَدًا ﴿٢٦﴾ إِلَّا مَنِ ارْتَضَىٰ مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا“Dia adalah Rabb Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga malaikat di muka dan di belakangnya“. [Al-Jinn/72 26-27]Yang dimaksud perkara ghaib yaitu perkara yang tidak dapat dijangkau oleh panca indra manusia. Lihat Alamus Sihr, hal 263, karya Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar.LIMA KUNCI PERKARA GHAIB Dan ada lima kunci perkara ghaib yang hanya diketahui oleh Allâh. Allâh Azza wa Jalla berfirmanوَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍDan pada sisi Allâh-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya pula, dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melaimkan tertulis dalam kitab yang nyata Lauh Mahfuzh. [Al-An’am/6 59]Syaikh Shâlih al-Fauzan hafizhahullâh menyatakan bahwa firman Allâh “Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri”, maka barangsiapa mengaku-ngaku mengetahui sesuatu darinya, dia telah kafir”. Syarah Aqidah Washitiyah, hlm 105; karya Syaikh Shâlih al-Fauzan; penerbit Darul AqidahLima kunci perkara ghaib ini dijelaskan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam di dalam haditsnya yang shahih, sebagai berikutعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌDari Abdullâh bin Umar, bahwa Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda Kunci-kunci semua yang ghaib ada lima, beliau membaca ayat, surat Luqman 34 Sesungguhnya Allâh, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan Allâh Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [HR. Al-Bukhari, no 4627]Syaikh Shâlih al-Fauzan hafizhahullah menyatakan, “Maka barangsiapa mengaku-ngaku mengetahui perkara ghaib dengan sarana apa saja –selain yang dikecualikan oleh Allâh kepada para rasul-Nya lewat wahyu-Nya- maka dia pendusta, kafir. Baik hal itu dengan sarana membaca telapak tangan, gelas, perdukunan, sihir, perbintangan/zodiak, atau lainnya”. [Lihat Kitab at-Tauhid, hlm. 30, karya Syeikh Shâlih al-Fauzan, penerbit Darul Qosim, cet 2, th 1421 H / 2000 M]Beliau juga berkata “Maka barangsiapa mengaku-ngaku mengetahui perkara ghaib atau membenarkan orang yang mengaku-ngaku hal itu, maka dia musyrik, kafir. Karena dia mengaku-ngaku menyekutui Allâh dalam perkara yang termasuk kekhususan-kekhusuanNya”. Lihat Kitab at-Tauhid, hlm. 31, karya Syeikh Shâlih al-Fauzan, penerbit Darul QosimLARANGAN MENDATANGI DUKUN! Karena yang mengetahui perkara ghaib hanya Allâh, maka syari’at Islam melarang umatnya mendatangi dukun. Yang dimaksudkan dukun di sini adalah yang bahasa arabnya adalah kâhin atau arrâf. Yaitu orang yang mengaku-ngaku mengetahui perkara ghaib, apa yang akan terjadi, tempat barang hilang, pencuri barang, isi hati orang, dan semacamnya. Walaupun di masyarakat dikenal dengan sebutan kyai, orang pintar, orang tua, atau Al-Khaththâbi rahimahullah berkata, “Arrâf adalah orang yang mengaku mengetahui tempat barang yang dicuri, tempat barang hilang, dan semacamnya”. Syarah Nawawi, 7/392Mendatangi dukun seperti ini haram hukumnya. Barangsiapa mendatanginya dan bertanya kepadanya, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima oleh Allâh Azza wa Jalla. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaمَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةًBarangsiapa mendatangi arrâf lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, tidak akan diterima darinya shalat 40 hari. [HR. Muslim, no 2230]Maksud “tidak akan diterima darinya shalat 40 hari”, yaitu tidak ada pahala baginya, walaupun shalatnya sah di dalam menggugurkan kewajibannya, dan dia tidak harus hadits lain, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaمَنْ أَتَى حَائِضًا أَوْ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Barangsiapa mendatangi yakni menggauli/mengumpuli wanita haidh atau mendatangi yakni menggauli/mengumpuli wanita pada duburnya atau mendatangi kâhin dukun, maka dia telah kafir kepada al-Qur’an yang telah diturunkan kepada Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam“. [HR. Tirmidzi; Abu Dawud; dll]Kafir di sini maksudnya kafir kecil yang tidak mengeluarkan dari Islam, dengan dalil shalatnya tidak diterima 40 hari. Karena seandainya kafir besar yang mengeluarkan dari Islam, maka shalatnya seumur hidupnya tidak diterima, wallâhu a’ Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa bertanya kepada arrâf dukun dan semacamnya ada beberapa macamSekedar bertanya saja. Ini hukumnya haram. Berdasarkan hadits “Barangsiapa mendatangi arrâf…”. Penetapan hukuman terhadap pertanyaannya menunjukkan terhadap keharamannya. Karena tidak ada hukuman kecuali terhadap perkara yang kepada dukun, meyakininya, dan menganggap benar perkataannya. Ini kekafiran, karena pembenarannya terhadap dukun tentang pengetahuan ghaib, berarti mendustakan terhadap Al-Qur’ kepada dukun untuk mengujinya, apakah dia orang yang benar atau pendusta, bukan untuk mengambil perkataannya. Maka ini tidak mengapa, dan tidak termasuk larangan dalam hadits di atas. Karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah bertanya kepada Ibnu Shayyad untuk kepada dukun untuk menampakkan kelemahan dan kedustaannya. Ini terkadang hukumnya wajib atau dituntut. [Diringkas dari Al-Qaulul Mufid ala Kitab at-Tauhid 2/49, karya Syeikh al-Utsaimin, penerbit Darul Ashimah, cet 1, th 1415 H]PERKATAAN DUKUN TERKADANG BENAR? Telah nyata larangan agama Islam, tetapi mengapa banyak orang yang percaya terhadap perkataan dukun? Ternyata sebagian manusia itu terpedaya dengan sebab perkataan dukun itu terkadang sesuai dengan sebagian dukun itu meminta pertolongan kepada jin untuk mengetahui pencuri, tempat barang hilang, dan sebagainya. Jin-jin itu juga memberitahukan bahwa Fulan akan datang hari ini atau besok, bahwa Fulan datang dengan keperluan ini atau itu, dan kâhin berkata benar, dalam perkara yang akan terjadi, maka itu adalah satu kalimat dari jin hasil copetan dari dukun mengucapkan kalimat-kalimat umum yang bisa ditafsirkan dengan semua kejadian. Atau mereka bersandar kepada pengalaman dan kebiasaan, atau persangkaan. Namun sesungguhnya kebenaran dari perkataan dukun itu sangat sedikit dibandingkan dengan ini juga disebutkan di dalam hadits-hadits shahih yang lain, antara lain sebagai berikutعَنْ عُرْوَةَ يَقُولُ قَالَتْ عَائِشَةُ سَأَلَ أُنَاسٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْكُهَّانِ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسُوا بِشَيْءٍ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَإِنَّهُمْ يُحَدِّثُونَ أَحْيَانًا الشَّيْءَ يَكُونُ حَقًّا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِلْكَ الْكَلِمَةُ مِنْ الْجِنِّ يَخْطَفُهَا الْجِنِّيُّ فَيَقُرُّهَا فِي أُذُنِ وَلِيِّهِ قَرَّ الدَّجَاجَةِ فَيَخْلِطُونَ فِيهَا أَكْثَرَ مِنْ مِائَةِ كَذْبَةٍ Dari Urwah, dia mengatakan Aisyah berkata “Orang-orang bertanya kepada Rasulûllâh Shallallahu alaihi wa sallam tentang para kahin, maka Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada mereka “Mereka tidak benar/batil”. Para Sahabat mengatakan “Wahai Rasûlullâh, sesungguhnya para kahin itu terkadang menceritakan sesuatu yang menjadi kenyataan”. Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Itu adalah satu kalimat dari jin, jin mencopet kalimat itu lalu membisikkannya pada telinga wali kekasihnya seperti berkoteknya ayam. Kemudian para kahin itu mencampur pada kalimat itu lebih dari seratus kedustaan”. [HR. Muslim, no. 2228]Dari penjelasan ini kita mengetahui bahaya perdukunan, semoga Allâh selalu menjaga kita dari kesesatan-kesesatan. Aamîn. Wallâhu al-Musta’an.[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XXI/1439H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Artinya Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" Bismillah, Mengungkapkan kegelisahan hati hari ini, semoga semua diberi kelancaran. Bapak yang mulai kemarin masuk rumah sakit untuk pemeriksaan dan pengobatan semoga diberi kemudahan dan kelancaran dalam pengobatan. Ya Allah berilah kekuatan dan kesabaran bapak dalam menghadapi sakitnya dan juga upaya pengobatannya, Ya Allah yang Maha Pengasih semoga Engkau memberikan kesembuhan dan panjang umur kepada bapak. Berilah kekuatan dan kesehatan untuk Ibu dan kakak yang sedang menunggu bapak dalam pengobatannya. Bismillah, Ya Allah semoga Engkau mengabulkan do’a-do’a dan harapan hambamu ini. Ya Allah jauhkanlah hamba dari ketakukan dan kegelisahan, berikanlah ketenangan dan kepasrahan serta keikhlasan menghadapi dan menjalani semua yang telah Engkau gariskan Ya Allah. Membaca sharing yang ada disini tentang ✿ܓPersinggahan, bernama Dunia, semoga bisa sedikit membuat hati ini lebih tenang dan pasrah dengan segala ujian dan cobaanMU ya Allah. Jangan mengeluh kepada manusia.. Mengeluhlah kepada Nya, mintalah kepada Nya.. Ketahuilah bahwa Allah mengetahui setiap lintasan dihatimu. Allah berfirman; وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ “..dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya pula, dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata Lohmahfuz”. QS Al An’aam 59 Renungkan sekali lagi wahai jiwa jiwa yang berfikir.. Apakah artinya sehelai daun yang telah tua dan menguning jika dibanding dengan hati hati manusia yang mulia? Jikta RABBmu mengetahui setiap dedaunan yang terjatuh, maka apakah sekiranya DIA tidak peduli akan hatimu? Tidak.. RABBmu tidak pernah merugikanmu.. Allah berfirman; مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.. QS At Taghaabun 11 sumber dari link ini – Selasa 19 Mei 2015 About mama-nya Kinan Semoga kami bisa menjadi keluarga Yang Sakinah, Mawadah dan Warohmah .
  • 8d01s6g0g3.pages.dev/320
  • 8d01s6g0g3.pages.dev/287
  • 8d01s6g0g3.pages.dev/237
  • 8d01s6g0g3.pages.dev/101
  • 8d01s6g0g3.pages.dev/40
  • 8d01s6g0g3.pages.dev/67
  • 8d01s6g0g3.pages.dev/85
  • 8d01s6g0g3.pages.dev/198
  • 8d01s6g0g3.pages.dev/186
  • tidak ada sehelai daunpun yang gugur melainkan allah